Pekerjaan pemberitaan Injil adalah sebuah tanggung jawab yang agung, karena
berhubungan langsung dengan Yang Agung. Ini adalah tanggung jawab istimewa setiap
orang percaya dan panggilan utama mereka. Keistimewaannya terletak pada
bagaimana Allah dengan segala kebesaran, kuasa, kapasitas dan keluarbiasaanNya
itu, justru bermitra dengan “debu” untuk menyelesaikan proyek agungNya. Satu
hal yang saya tangkap dari jalan yang Ia tempuh ini adalah, besarnya kerinduan
Allah untuk intim dengan ciptaan-ciptaan baruNya, Ia ingin melalui kesatuan ini
bumi dikembalikan pada tujuan awal masa awal penciptaan, yaitu penuh dengan
orang-orang yang takut kepada Allah.
Pelaksanaan tugas ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara,
disesuaikan dengan konteks budaya masing-masing lingkungan (ladang). Beberapa
orang melakukannya dengan cara berinteraksi dengan tetangganya, atau ada juga
yang menjangkau teman kerjanya, rekan bisnisnya, ada yang menolong orang-orang
miskin, anak-anak sekolah atau teman kostnya. Banyak juga yang pergi kepada
saudaranya, keluarganya jauh atau dekat, atau orang tuanya, dan lain-lain.
Begitu luasnya, sampai kita tidak menyadari bahwa ternyata mereka (the lost) tinggal di sekitar kita dan
setiap hari berinteraksi dengan kita. Bahkan proyek penjangkauan kepada
suku-suku yang terhilang dan bangsa-bangsa yang belum mengenal Injil sudah
bergerak sejak jaman rasul-rasul dan sampai sekarang ini. Kuasa Injil terus
bergerak meluas sampai setiap suku, kaum dan bahasa akhinya mendengar berita
baik itu. Luar biasa bukan? Coba dengar dan pikirkan panggilan ini: “Siapa yang
mau pergi kepada mereka untuk Aku?” demikian seruan Allah. (Yes. 6:8)
Pemahaman kita tentang dunia misi terus berkembang dan sampai sekarang kita
memahami bahwa untuk “pergi kepada yang terhilang” tidak lagi harus membutuhkan
biaya yang tinggi dan pengorbanan yang besar. Cukup keluar dari kehidupan kita (pintu
kamar, pintu rumah, keluar halaman, dst.) dan mulai mengasihi, memahami
kehidupan orang lain, dan membagi. Sebuah tindakan sederhana yang bisa kita
lakukan secara alamiah. Setelah lahir baru dan mendapat tantangan dari pemimpin
jemaatnya, Indra, dengan idealismenya, menyadari bahwa dia perlu untuk pergi
dan membagi Injil. Dengan semangat menggebu, tiap sore dia dan seorang teman
satu gereja pergi ke stadion dan mendatangi tiap-tiap orang yang sedang asyik
berolahraga dan mulai menyadarkan orang tentang dosa-dosa mereka, dan
menawarkan keselamatan. Ada yang menanggapi, tetapi tanggapan negatif dan tidak
sedikit juga yang cuek terhadap mereka. Bahkan beberapa kali juga dia hampir
dipukuli, karena dianggap mengkristenkan orang. Caramu itu baik Ndra, tapi
kurang efektif!
Penginjilan bukan sekedar tindakan atau aksi singkat, sekalipun hal itu kadang
terjadi dan berhasil. Tetapi adalah sebuah proses yang diawali dengan
menginjili diri sendiri. Menaruh diri kita pada pengenalan akan Injil itu. Jika
kita belum melakukan langkah awal ini, akan sulit bagi kita untuk memperkenalkan
Pribadi yang bahkan kita belum kenal sebelumnya. Seorang prajurit, diawal
karirnya selalu menghabiskan banyak waktu untuk berlatih perang, menguasai
senjata, mengenal medan, berlatih strategi / cara melumpuhkan lawan, berlatih daya
tahan dan survive ketika berada dalam keadaan tertekan, dll. Semua itu
dilakukan sebagai persiapan dan strategi, ketika harus berhadapan dengan lawan
yang sesungguhnya. Ketidaksiapan seorang prajurit di medan perang sangat
berbahaya bagi dirinya dan juga timnya.
Membangun hubungan pribadi dengan Allah, sama artinya dengan latihan bagi
seorang prajurit, sebelum pergi berperang. Ini adalah masa-masa dimana kita
mulai belajar mengenal dan memahami Allah secara
pribadi. Melalui saat teduh dan berdoa setiap hari, kita akan ditolong
untuk mengalami damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal. Kemampuan
untuk mendengarkan dan mengerti suara Allah akan ditajamkan hari demi hari.
Bahkan Janji-janji Allah akan kita nikmati melalui proses ini. Tanpa kita
sadari karakter-karakter kita mulai diubahkan, dan itu terjadi oleh kuasa Roh
Kudus, bukan oleh kuasa yang lain. Kita diajar oleh Firman Allah langsung dan
melihat bagaimana orang-orang kuat di jaman Perjanjian Lama dan Baru
mengerjakan bagian mereka sebagai saksi Allah. Roh kita semakin kuat seiring
pertumbuhan rohani kita. Ada kalanya Allah membiarkan suatu masalah terjadi,
tetapi hal inipun tidak membuat orang yang mengenal Allah menjadi panik, malah
meyakini bahwa pasti ada jalan keluar untuk masalah ini. Justru masalah demi masalah
semakin menguatkan kebergantungannya pada Allah. Hari demi hari pengenalannya akan
Allah terus ditambahkan. Hari demi hari juga dia semakin terampil bagaimana
semestinya menggunakan Firman Allah.
Setelah Indra menikmati proses ini, tanpa dia sadari mulai tumbuh belas
kasihan di hatinya untuk beberapa teman kuliahnya. Maka mulai banyak waktu dia
gunakan untuk mendoakan Robert, Nico dan Desi. Robert dan Desi agamanya
Kristen, tetapi gaya hidup mereka sangat tidak mencerminkan anak-anak Tuhan.
Sementara Nico adalah orang fokus yang kebetulan memang teman dekat Indra.
Indra memegang prinsip bahwa dirinya
tidak boleh mendahului doanya untuk menjangkau teman-temannya ini. Setelah
merasa cukup mendoakan mereka, sambil tetap terus berdoa, Indra mulai menunjukkan
kasih yang lebih nyata lagi kepada mereka. Jika dulunya hanya sebatas
meminjamkan catatan kuliah atau mentraktir mereka dan kebaikan-kebaikan umum
lainnya, maka kini teman-temannya ini mulai dibuat heran dengan perubahan watak
dan perilaku Indra. Sampai di sini, Injil belum disampaikan secara langsung,
tetapi Robert, Nico dan Desi sudah merasakan Injil melalui kehidupan Indra,
meskipun mereka tidak tahu bahwa Injil yang membuat semuanya itu. Semakin hari,
mereka semakin merasakan secara nyata kebaikan Indra, kasih yang lain dari yang
mereka pernah rasakan sebelumnya. Mereka dibuat kagum dan mulai muncul daya
tarik untuk mau bisa seperti Indra. Pintu sudah dibuka, selanjutnya terserah
Indra...
Tentu saja tidak semua akan berjalan seindah ini. Adakalanya sudah
bertahun-tahun berdoa dan mengasihi tetangga, bukannya mereka berubah tetapi
kita yang malah tertipu, hanya karena mempercayai mereka. Atau sudah banyak
petobat baru, tetapi mereka sulit bertumbuh dan malah kembali lagi ke kehidupan
lama. Dan banyak lagi kekecewaan dan kesedihan lain yang dialami. Di mana
Engkau di saat-saat seperti ini?
Abraham tidak melihat dan mungkin juga tidak tahu bagaimana janji tentang
bangsa yang besar itu digenapi. Musa dibuat pusing dengan kedegilan bangsa
Israel dan akhirnya tidak diperkenankan melihat Tanah Perjanjian itu. Yesaya,
Yeremia, dan banyak nabi lain tidak melihat bagaimana nubuatan-nubuatan mereka digenapi.
Para Rasul, termasuk juga Paulus, tidak melihat bahwa Injil telah sampai ke
tanah Jawa. Mereka hanya yakin bahwa itu
akan terjadi. Orang-orang ini dan pahlawan-pahlawan iman lainnya juga telah
melewati dan merasakan kesakitan, pergumulan dan tekanan hidup yang berat,
penolakan, kekecewaan. Tetapi keyakinan dan iman mereka tidak mampu dimatikan
dengan penderitaan seperti itu. Biarpun secara jasmani mereka akhirnya mati,
namun hidup mereka (yang telah diinjili, sehingga yang tampak adalah Injil itu
sendiri) tetap hidup dan terus mempengaruhi orang-orang lain lagi, sampai
sekarang!
Kita harus meyakini bahwa apapun juga yang kita lakukan demi kemajuan
Injil, adalah mendatangkan buah yang kekal. Mungkin kita seperti Abraham, tidak
melihat buah dari pekerjaan kita, tetapi itupun bukan masalah bagi Allah. Dan
bukan berarti juga bahwa pekerjaan kita tidak mendatangkan buah, karena bisa
jadi orang lain yang melanjutkan pekerjaan kitalah yang menikmati buah itu,
atau malah generasi berikutnya? Walahu’ alam. Tetap ada berkat bagi mereka yang
bekerja. Dan kalau prosesnya berjalan demikian, bukankah kita semestinya
bersyukur, karena kita dijagai dari kesombongan rohani yang justru berpotensi
menghancurkan kita. Puji Tuhan bahwa Allah kita kreatif.
Sampai Ke Ujung Bumi
Dan jika ada di antara kita, yang mendapat panggilan khusus untuk
menjangkau ke kota lain, suku lain, atau bangsa lain, istilahnya sampai ke
ujung bumi, percayalah bahwa latihan-latihan rohani kita sangat menolong untuk
mampu menjalankan Amanat Agung ini. Di ladang asing, tekanan yang kita hadapi
tidak saja berat, tetapi juga aneh, unik dan ra umum. Kita bisa saja menghadapi sesuatu yang benar-benar beda,
saya serius dengan hal ini! Semua itu mungkin, karena kita menghadapi
lingkungan yang baru, budaya baru, gaya hidup yang baru, orang-orang yang
mungkin juga beda ras dengan kita. Tetapi syukurlah bahwa latihan-latihan
rohani kita sudah disetting Allah untuk mampu mengatasi perbedaan-perbedaan dan
tekanan-tekanan yang seperti apapun juga. Seandainyapun tekanan yang kita
hadapi terasa terlalu berat, kita tidak akan canggung atau ragu untuk berteriak
lirih:”ya Abba, ya Bapa”, datang pada Allah yang seperti di Matius 11:28, dan
mulai menikmati kelegaan yang diberikan Allah. Betapa indah Komandan kita itu.
Bahkan ketika kita gagal (terutama untuk taat), maka kasih karuniaNya yang akan
menghibur kita. Hubungan yang intim dengan Allah mulanya akan mendatangkan
keuntungan bagi kita, karena Injil bekerja di dalam diri kita. Ketekunan dalam
melakukan bagian ini memungkinkan kita mengetahui isi hati Allah yang
sesungguhnya, dan memungkinkan kita juga untuk berkata “ya” bagi panggilanNya.
Sebagai penutup, saya mau mengingatkan bahwa seorang prajurit yang telah
terlatih, tidak akan berhenti berlatih, biarpun sudah hebat dia. Tetapi dia
akan terus berlatih, untuk berjaga-jaga dan supaya selalu siap seandainya
serangan datang tiba-tiba.
“Dan mereka
semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah
memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik.
Sebab Allah
telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak
dapat sampai kepada kesempurnaan.”
Ibrani 11:39,
40
Purwodadi, 25 Maret
2007
Rudie Ariwibowo
diterbitkan di blog, baru2 saja.. haha..
wah.. luar biasa renungane... sip sip..
BalasHapus